Minggu, 03 November 2019

PEMERIKSAAN LIABILITAS JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG


A.    LIABILITAS JANGKA PENDEK
Liabilitas jangka pendek adalah liabilitas atau hutang perusahaan kepada pihak ketiga yang jatuh tempo atau harus dilunasi dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun, atau dalam siklus operasi normal perusahaan, biasanya pelunasan tersebut menggunakan aset lancar perusahaan. Suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka pendek, jika diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan atau jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
 Adapun beberapa contoh hutang jangka pendek yaitu : Hutang usaha, pinjaman dari bank, bagian dari kredit jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu kurang atau sama dengan satu tahun, hutang pajak, hutang yang masih harus dibayar, voucher payable, hutang deviden, pendapatan yang diterima dimuka, uang muka penjualan, hutang pemegang saham, hutang leasing yang jatuh tempo satu tahun yang akan dating, hutang bunga .
Ada bebarapa hal yang harus diperhatikan dalam memeriksa liabilitas jangka pendek, adalah yang pertama kecenderungan perusahaan untuk mencatat liabilitasnya lebih rendah dari yang sebenarnya (understatement of liabilities) dengan tujuan untuk melaporkan laba lebih besar dari jumlah yang sebenarnya. Misalnya dengan tidak mencatat sebagai biaya dan pembelian barang dagangan / bahan baku yang belum dibayar. Yang kedua yaitu perbedaan antara account payable dan account expenses.Account payable angkanya lebih pasti karena perusahaan mencatat kewajibannya berdasarkan invoice yang diterima dari supplier. Account expenses angkanya didasarkan pada estimasi, sehingga jumlah kurang pasti dibandingkan account payable.
Tujuan pemerikasaan liabilitas jangka pendek adalah untuk memeriksa apakah :
1.      Terdapat internal control yang baik atas liabilitas jangka pendek
2.      Liabilitas jangka pendek yang tercantum dilaporan posisi keuangan (neraca) didukung oleh bukti – bukti yang lengkap dan berasal dari transaksi yang betul – betul terjadi
3.      Semua liabilitas jangka pendek perusahaan sudah tercatat per tanggal laporan posisi keuangan (neraca)
4.      Accrued expenses jumlahnya reasonable (masuk akal/wajar) atau tidak, dalam arti tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
5.      Kewajiban Sewa (leasing) jika ada, sudah dicatat sesuai dengan standar akuntansi sewa guna usaha ( PSAK No. 30 Revisi 2007 tentang sewa)
6.       Seandainya ada liabilitas jangka pendek dalam mata uang asing per tanggal laporan posisi keuangan (neraca), sudah dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia per tanggal nereca dan selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan pada laba  rugi tahun berjalan
7.      Biaya bunga dan bunga yang terutang dari liabilitas jangka pendek telah dicatat per tanggal neraca
8.      Biaya bunga liabilitas jangka pendek yang tercatat pada tanggal neraca  betul telah terjadi, dihitung secara akurat dan merupakan beban perusahaan
9.      Semua persyaratkan dalam perjanjian kredit telah diikuti oleh perusahaan sehingga tidak terjadi “bank default”
10.  Perjanjian liabilitas jangka pendek di dalam laporan posisi keuangan (neraca) dan catatan atas laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di indonesia ETAP/SAK/IFRS.
Prosedur pengujian liabilitas jangka pendek yaitu sebagai berikut :
1.      Pelajari dan evaluasi internal control atas liabilitas jangka pendek. Dalam hal ini auditor dapat menggunakan internal control questionnaires, flow chart atau penjelasan narrative. Karena utang usaha merupakan bagian dari siklus pembelian, utang usaha dan pengeluaran kas, maka bisa digunakan internal control questionnaires untuk pembelian, utang usaha dan pengeluaran kas .
2.      Minta rincian dari liabilitas jangka pendek, utang usaha maupun liabilitas lainnya, kemudian periksa penjumlahannya (footing) serta cocokkan saldonya dengan saldo utang (kewajiban) di buku besar (controlling account). Jika rincian yang diberikan klien tidak cocok dengan saldo buku besarnya atau terdapat kesalahan footing, maka auditor harus mengembalikan rincian tersebut kepada klien untuk diperbaiki.
3.      Untuk utang usaha cocokkan saldo masing-masing supplier dengan saldo menurut subsidiary ledger utang usaha (jika suppliernya banyak tidak perlu 100%). Seandainya ditemukan perbedaan antara saldo di rincian utang usaha dan saldo di subledger utang usaha, harus diminta agar klien yang mencari penyebab perbedaan tersebut.
4.      Secara test basis (sampling), periksa bukti pendukung dari saldo utang kepada beberapa supplier, perhatikan pakah angkanya cocok dengan purchase requisition, purchase order, receiving report, dan supplier invoice. Periksa juga perhitungan matematis (mathematical accuracy) dari dokumen-dokumen tersebut dan otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang.
5.      Seandainya ada monthly statement of account dari supplier, maka harus dilakukan rekonsiliasi antara saldo utang menurut statement of account dengan saldo menurut subsidiary ledger (controlling account) utang.
6.      Pertimbangan untuk mengirim konfirmasi kepada beberapa supplier baik yang saldonya besar maupun yang saldonya tidak berubah dari tahun sebelumnya.
7.      Periksa pembayaran sesudah tanggal laporan posisi keuangan / neraca (subsequent payment) untuk mengetahui apakah ada liabilitas yang belum dicatat (unrecorded liabilities) per tanggal laporan posisi keuangan (neraca) dan untuk meyakinkan diri  mengenai kewajaran saldo liabilitas per tanggal laporan posisi keuangan (neraca). Periksa juga notulen rapat direksi, pemegang saham, dewan komisaris untuk mengetahui apakah ada kewajiban perusahaan, misalnya pembagian bonus, yang baru akan dibayar diperiode berikutnya dan belum dicatat sebagai liabilitas per tanggal laporan posisi keuangan (neraca). Auditor juga harus memerika bukti-bukti pembayaran di subsequent periode yang berkaitan dengan kewajiban yang terjadi di tahun yang diperiksa.
8.      Seandainya ada utang kepada bank dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi, maupun kredit overdraft, maka kirim konfirmasi ke bank, periksa surat perjanjian kreditnya dan buatkan excerpt dari perjanjian kredit tersebut, dan periksa otorisasi dari direksi untuk perolehan kredit bank tersebut.
9.      Seandainya ada utang dari pemegang saham atau dari direksi atau dari perusahaan afiliasi, yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun yang akan datang, harus dikirim konfirmasi, periksa perjanjian kreditnya dan periksa apakah ada pembebanan bunga atas pinjaman tersebut.
10.  Seandainya ada utang leasing (sewa), periksa apakah pencatatannya sudah sesuai dengan standar akuntansi sewa dan apakah bagian yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun yang akan datang sudah dicatat (direklasifikasi) sebagai liabilitas jangka pendek.
11.  Periksa perhitungan dan pembayaran bunga, apakah sudah dilakukan secara akurat dan tie-up jumlah beban bunga tersebut dengan jumlah yang tercantum pada laporan laba-rugi. Perhatikan juga aspek pajaknya.
12.  Seandainya ada saldo debit dari utang usaha maka harus ditelusuri apakah ini merupakan uang muka pembelian atau karena adanya pengembalian barang yang dibeli tetapi sudah dilunasi sebelumnya. Kalau jumlahnya material harus direklasifikasikan sebagai piutang.
13.  Seandainya ada uang muka penjualan per tanggal laporan posisi keuangan (neraca), periksa bukti pendukungnya dan periksa apakah saldo tersebut sudah diselesaikan di periode berikutnya (subsequent clearance) misalnya dengan mengirimkan barang yang dipesan oleh pembeli.
14.  Seandainya ada kredit jangka panjang, harus diperiksa apakah bagian yang jatuh tempo satu tahun yang akan datang sudah direklasifikasi sebagai liabilitas jangka pendek.
15.  Seandainya ada kewajiban jangka pendek dalam mata uang asing, periksa apakah saldo tersebut per tanggal laporan keuangan (neraca) sudah dikonversikan kedalam mata uang rupiah dengan kurs tengah Bank Indonesia per tanggal laporan posisi keuangan (neraca) dan selisih kurs yang terjadi telah dibebankan / dikreditkan pada laba/rugi tahun berjalan.
16.  Untuk utang PPh 21 dan PPN periksa apakah utang tersebut telah dilunasi pada periode berikutnya. Seharusnya utang PPh 21 dan PPN per 31 Desember dilunasi di bulan Januari tahun berikutnya. Sedangkan untuk PPh Badan harus diperiksa apakah pada waktu mengisi dan memasukkan SPT PPh Badan, perusahaan telah membayar PPh 29 (setoran akhir).
17.  Periksa dasar perhitungan accrued expenses yang dibuat oleh perusahaan, apakah reasonable dan konsisten dengan dasar perhitungan tahun sebelumnya. Selain itu harus diperiksa pembayaran setelah tanggal laporan posisi keuangan (neraca). Dengan memeriksa pembayaran sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca) auditor bisa mengetahui apakah jumlah accrued expenses betul-betul dibayar di tahun berikutnya dengan jumlah yang kurang lebih sama.
18.  Periksa notulen rapat direksi, pemegang saham dan perjanjian-perjanjian yang dibuat perusahaan dengan pihak ketiga, untuk mengetahui apakah semua kewajiban yang tercantum dalam notulen dan perjanjian tersebut sudah dicatat per tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
19.  Kirim konfirmasi kepada penasihat hukum perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perusahaan mempunyai masalah dibidang hukum yang memerlukan bantuan dari legal consutant dan lawyer. Hal ini menyebabkan timbulnya contingent liabilities yaitu, liabilitas yang mungkin terjadi dan mungkin juga tidak terjadi, tergantung pada kejadian dalam periode berikutnya.
20.  Periksa apakah penyajian liabilitas jangka pendek di laporan posisi keuangan (neraca) dan catatan atas laporan keuangan sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK/ETAP/IFRS) yang berlaku.

B.     LIABILITAS JANGKA PANJANG
Menurut Mulyadi, utang jangka panjang adalah kewajiban sekarang yang timbul dari kegiatan atau transaksi masa lalu, yang jatuh temponya lebih dari satu tahun ditinjau dari tanggal neraca. Contoh kewajiban yang termasuk dalam kelompok utang jangka panjang adalah utang bank berupa kredit investasi, hutang obligasi, wesel bayar (Promissory Notes/Pronotes) yang jatuh temponya lebih dari satu tahun, Utang kepada pemegang saham atau perusahaan induk (Holding Company) atau Perusahaan Afiliasi (Affiliated Company), Utang Subordinasi (Subordinatde Loan), bridging loan, dan Utang Leasing (Utang dalam Rangka Sewa Guna).
Tujuan pemeriksaan liabilitas jangka panjang yaitu :
1.      terdapat internal control yang baik atas liabilitas jangka panjang
2.      liabilitas jangka panjang yang menjadi kewajiban perusahaan sudah dicatat seluruhnya per tanggal laporan posisi keuangan (neraca) dan diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang
3.      libilitas jangka panjang yang tercantum di laporan posisi keuangan (neraca) betul – betul merupakan kewajiban perusahaan
4.      libilitas jangka panjang yang berasal dari legal claim atau aset yang dijaminkan sudah diidentifikasi
5.      libilitas jangka panjang dalam valuta asing per tanggal laporan posisi keuangan (neraca) sudah dikonversikan ke dalam rupiah dengan kurs tengah Bank Indonesia per tanggal laporan posisi keuangan (neraca) dan selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan atau dikreditkan pada laba rugi tahun berjalan
6.      biaya bunga dan bunga yang terutang dari liabilitas jangka panjang serta amortisasi dari premium/discount telah dicatat per tanggal laporan posisi keuangan (neraca)
7.      biaya bunga liabilitas jangka panjang yang tercatat pada tanggal laporan posisi keuangan(neraca) betul telah terjadi, dihitung secara akurat dan merupakan beban perusahaan
8.      semua persyaratan dalam perjanjian kredit telah diikuti oleh perusahaan sehingga tidak terjadi bank “default”
9.      bagian dari liabilitas jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun yang akan datang sudah direklasifikasikan  sebagai kewajiban lancer
10.  liabilitas jangka panjang berikut discount, premium, dan bunga yang timbul sudah dicatat dengan akurat dan diklasifikasikan serta diungkapkan dalam laporan keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangn, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan ETAP/PSAK/IFRS

Prosedur audit untuk liabilitas jangka panjang yaitu sebagai berikut :
1.      Pelajari dan evaluasi internal control atas libilitas jangka panjang.
2.      Dapatkan dan periksa ringkasan perubahan liabilitas jangka panjang berikut discount, premium, dan bunga selama peiode yang diperiksa
3.      Kirim informasi kepada bank yang antara lain menanyakan mengenai : plafon kredit, saldo per tanggal laporan posis keuangan, tingkat bunga, jangka waktu pinjaman dan jaminan kredit.
4.      Minta salinan perjanjian kredit untuk permanent file, lalu perhatikan apakah data yang terdapat dalam perjanjian kredit tersebut sesuai dengan data yang tercantum dalam kertas kerja pemeriksaan liabilitas jangka panjang.
5.      Periksa apakah perolehan/penambahan bunga dan amortisasi discount/premium dari obligasi. Tie-Up jumlah beban bunga dan amortisasi discount/premium obligasi dengan jumlah yang tercantum pada laporan laba rugi. Discount/premium yang belum diamortisasi harus dilaporkan sebagai pengurangan/penambahan dari nilai nominal obligasi.
6.      Periksa perhitungan bunga, pembayaran bunga dan amortisasi discount/premium dari obligasi.
7.      Periksa apakah ada liabilitas jangka panjang atau wesel bayar yang diperpanjang (direnewed) setelah tanggal laporan posisi keuangan, untuk mengetahui apakah utang tersebut harus tetap disajikan sebagai liabilitas jangka panjang atau sebagai utang lancar.
8.      Seandainya ada utang dari pemegang saham atau dari direksi atau dari perusahaan afiliasi, harus dikirim konfirmasi dan periksa apakah ada pembebanan bunga atas pinjaman tersebut.
9.      Seandainya ada utang leasing, periksa apakah pencatatannya dan penyajiannya di laporan keuangan sudah sesuai dengan standar akuntansi sewa guna usaha (PSAK No. 30 Revisi 2007 tentang Sewa)
10.  Periksa apakah ada bagian dari liabilitas jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun akan datang, sehingga harus direklasifikasi sebagai liabilitas jangka pendek
11.  Seandainya ada liabilitas jangka panjang yang harus dibayar kembali dalam mata uang asing, periksa apakah per tanggal laporan posisi keuangan sudah dikonversikan kedalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia per tanggal laporan posisi keuangan dan selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan/dikreditkan pada laba rugi tahun berjalan.
12.  Lakukan penelaahan analitis (analytical review procedures) terhadap liabilitas jangka panjang dan biaya bunganya, untuk melihat kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pencatatan biaya bunga
13.  Tarik kesimpulan apakah penyajian liabilitas jangka panjang di laporan posisi keuangan dan catatan atas laporan keuangan dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan ETAP/PSAK/IFRS
Dalam catatan atas laporan keuangan harus dijelaskan :
a.       nomor dan tanggal perjanjian kredit serta plafon kredit
b.      nama kreditur
c.       tingkat bunga dan jangka panjang waktu kredit
d.      mengenai jaminan, apakah berupa aset, jaminan pribadi atau corporate guarantee
e.       apakah pembayaran bunga dan pembayaran kembali pinjaman dalam rupiah atau mata uang asing
f.       apakah ada bank default

PEMERIKSAAN ASET TETAP


Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Menurut SAK ETAP (IAI, 2009; 68), Aset tetap adalah aset berwujud yang:
  1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk disewakann ke pihak lain atau untuk administrative dan
  2. Diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode
Suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap apabila memenuhi dua syarat yaitu : Besar kemungkinan (Probable) bahwa manfaat keekonomian di masa akan datang yang berkaitan dengan aset tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan dan biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Aktiva tetap disajikan berdasarkan nilai perolehan aktiva tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Penilaian kembali atau revaluasi aktiva tetap pada umumnya tidak diperkanankan karena Standar Akuntansi Keuangan  menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap  serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih nilai revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aktiva tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama selisih penilaian kembali aktiva tetap. Jenis transaksi aset tetap yang sering terjadi antara lain :
1.      Perolehan aset tetap secara tunai atau dengan alat nonomoneter
2.      Penghapusan aset tetap melalui penjualan, pertukaran, pemberhentian, pemakaian atau pembuangan
3.      Penyusutan aset tetap selama umur ekonomisnya
4.      Penyewaan aset tetap
Tujuan pemeriksaan aset tetap
1.      Memeriksa apakah terdapat internal control yang baik atas aset tetap
2.      Memeriksa apakah aset tetap yang tercantum di neraca betul – betul ada, masih digunakan dan merupakan milik perusahaan
3.      Memeriksa apakah penambahan aset tetap dalam tahun berjalan betul – betul merupakan suatu Capital Expenditure, diotorisasi oleh pejabat yang berwenang, didukung oleh bukti - bukti yang lengkap dan dicatat dengan benar
4.      Memeriksa apakah disposal dari aset tetap sudah dicatat dengan benar dan telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang
5.      Disposal aset tetap dapat terjadi dalam bentuk penjualan yang akan menimbulkan laba/rugi penjualan aset tetap, tukar tambah atau penghapusan aset tetap yang dapat menimbulkan kerugian jika aset tetap tersebut masih mempunyai nilai buku
6.       Memeriksa apakah pembebanan penyusutan dalam periode yang diaudit dilakukan sesuai dengan ketentuan SAK, dan apakah perhitungannya sudah benar
7.      Memeriksa apakah ada set tetap yang dijadikan sebagai jaminan
8.      Memeriksa apakah penyajian aset tetap dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
Prosedur pemeriksaan aset tetap
Prosedur audit yang akan disebutkan berikut ini berlaku repeat angagements (penugasan kembali) sehingga dititikberatkan pada pemeriksaan transaksi tahun. Prosedur audit atas aset tetap adalah sebagai berikut :
  1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tetap. Ciri internal control yang efektif untuk aset tetap yaitu :
-          Setiap penambahan dan penarikan aset tetap harus diotorisasi oleh pejabat yang berwenang
-          Setiap penambahan aset tetap harus disesuaikan dengan anggaran
-          Adanya kebijakan yang jelas dan tertulis tentang capitalization dendepreciation policy
-          Perusahaan mempunyai sub buku besar aset tetap yang mencantumkan data-data aset tetap diantaranya : tanggal pembelian aset tetap, nama supplier, harga perolehan, metode penyusutan, jumla penyusutan, akumulasi penyusutan dan nilai buku aset tetap.
-          Dilakukannya inventarisasi/ pemeriksaan yang rutin terhadap aset tetap untuk mengetahui keberadaan dan kondisi dari aset tetap tersebut
-          Bukti-bukti kepemilikan aset tetap disimpan ditempat yang aman
-          Aset tetap diasuransikan oleh perusahaan dengan jumlah/nilai pertanggungngan (insurance coverage) yang wajar.
  1. Minta kepada klien Top Schedule Serta Supporting Schedule aset tetap yang berisikan saldo awal, penambahan serta pengurangan-penguranganya dan saldo akhir, baik untuk harga perolehan maupun akumulasi penyusutannya.
  2. Periksa footing dan cross footingnya dan cocokkan totalnya dengan general ledger atau sub-ledger, saldo awal dengan working paper tahun lalu.
  3. Vouch penambahan serta pengurangan dari aset tetap tersebut. Untuk penambahan lihat pprovalnya dan kelengkapan supporting documentnya. Untuk pengurangan dapat dilihat dari otorisasinya dan jurnalnya apakah sudah dicatat dengan betul, misalnya bila ada keuntungan atau kerugiann atas penjualan aset tetap tersebut. Selain itu periksa penerimaan hasil penjualan aset tetap tersebut.
  4. Periksa fisik dari aset tetap tersebut (dengan cara test basis) dan periksa kondisi dan nomor kode dari aset tetap
  5. Periksa bukti pemilikan aset tetap tersebut, untuk tanah, gedung,periksa sertifikat tanag dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) serta SIPB (Surat Izin Penempatan Bangunan). Untuk kendaraan periksa BPKB, STNK-nya.
  6. Buat analisis tentang perkiraan repair dan maintenance, sehingga kita dapat mengetahui apakah ada pengeluaran yang seharusnya masuk dalam kelompok Capital Expenditures tetapi dicatat sebagai Revenue Expenditure.
  7. Periksa apakah aset tetap tersebut sudah diasuransikan dan apakah insurance coveragenya cukup atau tidak
  8. Tes perhitungan penyusutan, cross reference angka penyusutan dengan biaya penyusutan diperkirakan dengan laba rugi dan periksa alokasi/distribusi biaya penyusutan.
  9. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, jawaban konfirmasi dari bank untuk memeriksa apakah ada aset tetap dijadikan sebagai jaminan atau tidak, dan jika ada maka hal ini perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan
  10. Periksa apakah ada Commitment yang buat oleh perusahaan untuk membeli atau menjual aset tetap
  11. Untuk konstruksi dalam proses kita periksa penambahanya dan apakah ada konstruksi bangunan dalam proses (Contruction in Progress) yang harus ditransfer ke aset tetap
  12. Jika ada aset tetap yang diiperoleh melalui leasing, periksa lease agreement dan periksa apakah accounting treatmentnya sudah sesuai dengan standar akuntansi leasing
  13. Periksa atau tanyakan apakah ada aset tetap yang dijadikan agunan kredit di bank
  14. Periksa penyajianya dalam laporan keuangan, apakah sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS)

Minggu, 06 Oktober 2019

PEMERIKSAAN KAS DAN SETARA KAS



Kas dan setara kas merupakan aset keuangan, sehingga kas dan setara kas adalah bagian dari instrumen keuangan. Setara kas adalah investasi yang sifatnya sangat likuid atau berjangka pendek dan dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan (PSAK No.2, hal 2.2 dan 2.3. IAI:2002). Karena setara kas merupakan investasi jangka pendek yang dimiliki untuk  memenuhi komitmen kas jangka pendek maka investasi umumnya diklarifikasikan sebagai setara kas jika akan segera jatuh tempo dalam waktu tiga bulan atau kurang sejak tanggal perolehan.
Menurut Standart Akuntansi Keuangan tahun 1994 :
a.       Yang dimaksud dengan kas yaitu alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiaya kegiatan umum perusahaan.
b.      Yang dimaksud dengan bank yaitu sisa rekening giro perusahaan yang dapat dipergunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan umum perusahaan.

Kas merupakan harta perusahaan yang paling menarik dan mudah diselewengkan. Selain itu banyak transaksi  perusahaan yang menyangkut penerimaan dan pengeluaran kas oleh karena itu, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan atau penyelewengan yang menyangkut uang kas perusahaan, diperlukan adanya pengendalian intern yang baik atas kas dan setara kas. Kas adalah satu-satunya akun yang terlibat pada semua siklus. Kecuali siklus persediaan dan penggudangan. Oleh karena itu, audit atas area ini sengaja dilakukan paling akhir karena bukti-bukti yang dikumpulkan untuk saldo kas sangat tergantung pada hasil pengujian siklus yang lain.
Contoh dari perkiraan - perkiraan yang biasa digolongkan sebagai kas dan setara kas adalah :
a.       Kas kecil (petty cash) dalam rupiah ataupun mata uang asing
b.      Saldo rekening giro bank dalam rupiah maupun mata uang asing
c.       Bon sementara
d.      Bon bon kas kecil yang belum direimbursed
e.       Check tunai yang belum didepositokan

Yang tidak boleh digolongkan sebagai kas dan setara kas pada neraca adalah :
a.        Deposito berjangka
b.       Check mundur dan check kosong
c.       Dana yang disisihkan untuk tujuan tertentu
d.      Rekening giro yang tidak dapat segera digunakan baik di dalam maupun di luar negeri misalnya karena dibekukan

Tujuan pemeriksaan kas dan setara kas yaitu sebagai berikut :
1.      Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas kas dan setara kas serta transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan bank.
2.      Untuk memeriksa apakah saldo kas dan setara kas yang ada di neraca per tanggal neraca betul-betul ada dan dimiliki perusahaan
3.      Untuk memeriksa apakah ada pembatasan untuk penggunaan saldo kas dan setara kas
4.      Untuk memeriksa, seandainya ada saldo kas dan setara kas dalam valuta asing, apakah saldo tersebut dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca dan apakah selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan atau dikreditkan ke laba rugi komprehensif tahun berjalan
5.      Untuk memeriksa apakah penyajian di neraca sesuai dengan standar akuntansi keuangan indonesia (SAK/ETAP/IFRS)

Prosedur pemeriksaan kas dan setara kas yaitu :
1.      Pahami dan evaluasi internal control kas dan setara kas serta transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan bank.
Hasil evaluasi internal control atas kas dan bank serta transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan bank berupa kesimpulan apakah internal control berjalan dengan efektif atau tidak jika auditor menyatakan internal controlnya baik maka pengujian atas saldo kas dan setara kas pertanggal neraca bisa dipersempit, karena kemungkinan kesalahan kecil, dan walaupun ada kesalahan pasti akan segera ditemukan.
Untuk memahami internal control auditor bisa melakukan internal control questionnaires kemudian hasilnya bisa digambarkan melalui flowchart atau dalam bentuk narrative. Auditor bisa mengevaluasi internal control yang ada secara teoritis dan menarik kesimpulan sementara apakah internal control atas kas dan setara kas serta penerimaan dan pengeluaran kas/bank baik, sedang, atau lemah. Jika disimpulkan sementara internal control baik atau sedang, auditor harus melakukan tes ketaatan atas transaksi penerimaan dan pengeluaran kas/bank. Jika telah selesai melakukan compliance test (tes ketaatan), bisa dilanjutkan dengan menemukan kesimpulan akhir apakah internal control berjalan dengan baik, sedang atau lemah. Setelah melakukan hal tersebut barulah dilakukan substantive test atas prosedur kas/bank dan biasanya yang diambil sebagai sampel yaitu : bukti penerimaan kas/bank dan bukti pengeluaran kas/bank atau nomor cek/giro. Sedangkan jika kesimpulan sementara dari internal control lemah, auditor tidak perlu mengadakan tes ketaatan, tetapi langsung melakukan substantive test yang diperluas. Karena biasanya jika tetap dilakukan complience test (tes ketaatan), kesimpulan akhir tetap menyatakan bahwa internal control lemah.
Setelah melakukan compliance test. Auditor harus memberikan kesimpulan akhir, apakah internal control baik, sedang, atau lemah. Setelah itu baru dilakukan substantive test atas saldo kas/bank
Prosedur audit untuk compliance test harus dipisahkan dari prosedur audit untuk substantive test, begitu juga kertas kerja pemeriksaannya

2.      Buat TOP Schedule kas dan setara kas per tanggal neraca
Penambahan mutasi akan diperiksa untuk mengetahui apakah ada hal – hal yang unsual ( diluar kebiasaan ) atau tidak.
3.      lakukan cash count
Jika klien menggunakan imprest fund system untuk kas kecilnya, cash count bisa dilakukan kapan saja, karena saldo kas selalu tetap. Tetapi jika menggunakan  fluctuating fund system maka cash count sebaiknya dilakukan tidak jauh dari tanggal neraca agar tidak mengalami kesulitan sewaktu melakukan perhitungan maju atau mundur ke tanggal neraca (saldo kas per tanggal cash count ditambah atau dikurangi dengan penerimaan atau/dan pengeluaran sebelum/sesudah tanggal neraca).
4.      kirim konfirmasi atau dapatkan pernyataan saldo dari kasir dalam hal tidak dilakukan kas opname
Untuk kas yang berada di cabang yang jauh dan saldonya tidak besar (misal di irian jaya dengan saldo Rp. 1000.000) tidak perlu auditor secara khusus mengunjungi cabang tersebut untuk melakukan kas opname, karena tidak berimbang cost dan benefit-nya. Sehingga cukup dikirim surat konfirmasi atau diminta pernyataan saldo dari kasir.
5.      Kirim konfirmasi untuk seluruh rekening bank yang dimiliki perusahaan
Surat konfirmasi tersebut harus ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang nama dan contoh tanda tangannya tercantum di “signature card” bank perusahaan (authorized signature). Konfirmasi tersebut bisa mencantumkan nomor rekening bank perusahaan tetapi akan lebih baik jika nomor rekening tersebut tidak dicantumkan. Surat konfirmasi harus tetap dikirim walaupun perusahaan sudh menerima rekening koran dari bank karena :
a.        Hal tersebut merupakan standart audit procedures untuk mendapatkan bahan bukti audit (audit evidence)
b.      Jawaban konfirmasi diminta untuk dikirim langsung ke auditor, sedangkan rekening koran selalu dikirim ke klien
6.      Minta rekonsiliasi bank dan lakukan pemeriksaan atas rekonsiliasi bank tersebut
Rekoniliasi bank harus dibuat oleh klien dan tugas auditor adalah memeriksa kebenaran rekonsiliasi tersebut, serta mengusulkan audit adjustment jika ditemukan suatu kesalahan.  Prosedur audit yang biasa dilakukan adalah :
a.       Cocokan saldo menurut rekening koran bank dengan rekening koran bank yang bersankutan dan jawaban konfirmasi bank
b.      Periksa footing dan cross footing
c.       Cocokan saldo menurut pembukuan dengan saldo buku kas/bank dan buku besar kas/bank
d.      Periksa outstanding check dan outstanding lebih dari 70 hari sehingga perlu dibuat jurnal koreksi
e.       Periksa biaya administrasi bank dan jasa gito ke rekening koran dan nota debit/kredit dari bank
7.      Review jawaban konfirmasi dari bank, notulen rapat dan perjanjian kredit untuk mengetahui apakah ada pembatasan dari rekening bank yang dimiliki perusahaan.
8.      Periksa interbank transfer kurang lebih 1 minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca
Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui adanya kitting dengan tujuan untuk window dressing. Check kitting bisa dilakukan jika bank memiliki lebih dari 1 rekening bank. Untuk mengetahui ada tidaknya check kitting, auditor harus memeriksa transfer dari rekening bank perusahaan ke rekening bank perusahaan  yang lain dan mencocokan  apakah pemabahan saldo do rekening bankyang berasal dari transfer sudah diikuti dengan pengurangan saldo direkening bank lainnya. Karena biasanya check kitting dilakukan mendekati tanggal neraca maka periode yang harus diperiksa kurang lebih 1 minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca.
                     
9.       Periksa transaksi kas sesudah tanggal neraca (subsequent payment dan subsequent collection) sampai mendekati tanggal selesainya pemeriksaan lapangan.
Tujuannya ialah untuk mengetahui apakah ada unrecorder liabilities (kewajiban yang belum tercatat) pertanggal neraca yang baru dibayar di periode berikutnya. Baik yang berasal dari pembelian aset ataupun biaya-biaya perusahaan. Tujuan lainnya ialah untuk mengetahui apakah utang pertanggal neraca sudah dilunasi diperiode berikutnya, sehingga auditor lebih yakin mengenai kewajaran saldo utang pertanggal neraca. Untuk subsequent collection tujuannta terutama untuk meyakinkan auditor mengenai kewajaran angka piutang pertanggal neraca. Mungkin saja ada penjualan, misalnya desember 2010, yang dilunasi januari 2011 dan belum tercatat oleh perusahaan.
10.  Seandainya ada saldo kas dan setara kas dalam mata uang asing pertanggal neraca, periksa apakah saldo tersebut sudah dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca, dan apakah selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan atau dikreditkan pada laba rugi tahun berjalan
11.  Periksa apakah penyajian kas dan seatra kas di neraca dan catatan tas laporan keuangan, sesuai dengan standar akuntansi keuangan di indonesia (SAK/ETAP/IFRS)